Saturday, June 2, 2007

CORETAN KETUJUH

Lagi-lagi kau menghampiriku seraya berkata: “Tolong sampaikan pada bulan kalau sebentar lagi saya akan datang.” Lantas kau juga buru-buru berlarian mengejar bintang seraya berteriak: “Nanti kamu akan saya tunggu di surga.”

Pernah kau tampar matahari sampai ia meredupkan sinar sesunyinya. Lalu kau pun pucatpasi karena genderang berhenti bertalu: “Kau juga belum mau mati, kan?” Kau tersenyum ke arahku dengan sunggingan memanis di antara bibir merah merekah, kemudian berulang seraya membingkiskan setangkai edelweiss yang sempurna dalam pot plastik yang juga putih.

Lagi-lagi kau mencumbuiku seraya berkata: “Kotamu bayang-bayang kemunafikan, sayang.”

Maaf! Mungkin aku belum belum sempurna menjadi Adam di hadapan Eva. Laksana Rama di sisi Devi Sita. Menebar keharuman atas nama cinta. Mencaci-maki cinta atas nama rasa.

Senja memerah dalam kabut sunyi galau terus menyeruak memuncak mencabik-cabik lazuardi di atas lembayung pekat.

--- ini hari bersenandungnya syair menerobos ruang batin mencampur dalam sebuah puisi. “Jangan khianati cintaku, wahai Zannuba.”

--- ini hari bersenandungnya hujan mengantar kota tua dalam keremangan mengikat rasa. “Jangan menangis, wahai Zannuba.”

Min ajli ainaika ‘asyiqtal hawa, ba’da zamanin kuntu fihil khali. (Dari bening bola matamu aku mengenal semerbak cinta setelah lama dilanda hampa dibuai langka)

2004

No comments: