Saturday, June 2, 2007

CORETAN KESEPULUH

Jika kematian masih kau anggap duka. Kedukaan macam apa yang bergelayut sampai kau merasa peri tidak mampu membuyarkan cita. Sampai kau mencerca lara bagian terburuk sebuah takdir.

--- di hari kelahiran begitu deras hujan turun.

Dan ini Oktober, mengulang rutinitas bersahabat mendung hujan hujatan udara lembap dingin menggigil tetesan air ritus kehampaan. Jika sekarang masih terlintas, kematian hanyalah nostalgia

Kau tidak boleh menangis, Zannuba. Hujan belum reda, dan kereta yang membawamu masih bersandar di stasiun kota. Senja akan mengantar menembus noktah terang di setiap persinggahan, lalu gelap terang bersahutan. Kau pun diam.

--- Aku titipkan anakku padamu. Mungkin suatu saat ia akan menjadi permata penghias leherku.

Senja makin sempurna. Peluit kereta mengiringi pergi. Dan stasiun akan memapahmu dengan sejuta harapan.

Dan aku masih mengingatnya ketika membisikkan kata cinta. Lalu hujan berhenti tepat tengah malam menjelang hari kelahiran.

(hari ini kereta akan membawaku ke Cirebon)

Dan kau akan terus bermanja di pangkuan ayahmu; “ini pacar Zannuba, Ayah.” sambil menyorongkan sehelai foto yang telah ditulisi mutiara indah. Dan ayahmu terus tersenyum dalam imajinasi.

(besok lusa kereta akan membawaku ke Jakarta)

2004

No comments: