Saturday, June 2, 2007

CORETAN KESEMBILAN

Berdiri di persimpangan jalan dua delapan Oktober menjelang petang. Berhias sudut kota yang mulai ramai di ujung stasiun tua, lelah lokomotif tiupkan duka.

Masih mematung di perempatan jalan, mengakrabi senja berganti petang, bergulat rutinitas semu, berhala kehormatan atas nama uang.

Risau bergolak berkecamuk buta, untuk sebuah nama, sesobek puisi terkata, lalu terempas angin, ah… masihkah, naluri beriring berjalan.

Ini semacam pengharapan, nestapa hujatan kesedihan, dan matinya kehormatan, ah… mungkinkah, hati bicara secara nyata.

O… sedahsyat kutukan, yang melunakkan peri, oleh bujukan modernitas, ngeri kalut takut benci, galau itu belumlah tuntas.

Memasuki stasiun kota, muram senja melukis keinginan malam Jakarta. Seberkas senja di atap museum bersahutan bersenandung kerinduan. Mengilau tempa kebisingan. Berbaur padu silam komposisi temaram. Tapi, ah, itu bagian dari globalisasi.

Masih belum terlalu malam. Sementara ayam yang berkokok terlalu bosan melafalkan sendi kebudayaan. Stasiun kota masih terlalu kelam.

2004

No comments: